Pagi ini, di sebuah grup WA sedang membahas mengenai sebuah acara yang sedang berlangsung di JCC Senayan, yakni Garuda Travel Fair (GATF) 2016. Seperti yang saya diduga, ribuan orang yang ingin berlibur dengan harga murah riuh rendah akan berdesakan di arena JCC. Padahal, untuk mengantri saja bisa habis waktu total 2-3 jam. Kabarnya, seorang teman juga menyatakan ada yang sampai menginap di JCC demi mendapatkan tiket! Dia sendiri datang jam 10 dan antrian sudah sangat membludak. 40 menit antri tiket masuk. 1 jam antri travel. 1 jam antri bayar. 20 menit antri tiket dikeluarkan. Luar biasa bukan!
Antri GATF di pintu masuk |
Saya sendiri cuma menghela napas dan mendengar cerita tersebut. Karena singkat kata, dalam waktu dekat saya, suami dan anak belum bisa pergi keluar kota apalagi keluar negeri. Pergi ke Bandung aja suka sedikit susah. Mudah-mudahan Insya Allah nanti bisa pergi naik pesawat mudik ke Medan. Yah, tidak apa, semua ada waktunya, sekarang memantau cerita padatnya antrian saja di GATF 2016 hehe.
Dan tiba-tiba, pikiran saya terbang ke saat dimana saya hampir saja mendapatkan tiket gratis ke Jepang secara cuma-cuma 4 tahun silam. Wah, ternyata sudah cukup lama juga ya. How time flies! Tiba-tiba saja isi kepala saya ribut. Ribut sekali sampai-sampai saya tidak sabar menunggu anak tidur sehingga saya bisa menorehkannya dalam bentuk tulisan di blog online. So one moment, let me dig the memory, read old emails to reconstruct what happened back then.
4 tahun silam, seorang teman 1 angkatan di S2 Teknik Lingkungan ITB, Raisa menawarkan kepada saya apakah saya berminat mencoba pertukaran pelajar research project based di Tokyo Institute of Technology (Tokodai). Raisa sendiri akan melakukan research project selama 6 bulan. Yang ditawarkan ini cuma 3 bulan. Saya sendiri heran, ngapain ini para Profesor buang-buang duit mencari murid research project dan cuma sebentar? Ternyata, berdasarkan pernyataan seorang teman saya (lupa siap), semakin banyak profesor tersebut mendapatkan murid untuk research, uang akan mengalir. Singkat kata, sang profesor mendapat sekian aliran dana untuk murid research. Maka ketimbang uang sisa, lebih baik mencari murid research project baru. Toh dengan demikian kreditnya akan semakin bertambah.
OK. Singkat kata Raisa memberi saya nama profeseor tersebut, Prof. Yoshikawa dan diminta untuk mencari sendiri informasi tentang beliau untuk kemudian saya cari tahu tentang apa penelitian Prof. Yoshikawa. Saya diminta untuk membuat proposal riset kasar dan dikirimkan ke email teman saya untuk berikutnya dilanjutkan ke pihak yang bersangkutan.
Antara niat tidak niat. Seperti mengikuti lotre berhadiah saya pun memberanikan diri dan mengumpulkan niat untuk mengkonstruksi proposal riset tersebut. Saya mulai dengan mencari nama beliau di website titech.ac.jp. Kemudian saya temukan nama beliau dan saya perhatikan serta pelajari riset dan penelitian apa yang beliau tekuni. Oh rupaya tentang waste atau limbah. Lebih tepatnya tentang renewable energy from waste.
Jujur, saya tidak mempunyai gambaran sekali mengenai bagaimana isi proposal riset yang akan saya hasilkan nanti. Limbah padat sama sekali bukan bidang saya. Pengalaman limbah pada cuma sebatas di bangku kuliah sarjana dan kerja praktek di perusahaan perakitan mobil. Tapi memang dasarnya saya suka membakar diri, memacu diri dengan hal-hal baru diluar pengetahuan saya. Memiliki target-target dan kesempatan eksplorasi. Saya pun mulai mencari tahu siapa saja teman yang Tugas Akhir (TA) nya berkisar tentang limbah padat. Saya meminta beberapa orang teman saya mengirimkan paper mereka hingga akhirnya saya menentukan saya akan memakai dan mempelajari paper dari teman saya, Tyas. Judul paper tersebut adalah Study of Composition, Characteristic and Potential for Waste Recycling at Galuga Final Disposal Site, Bogor. Selain itu, saya mencari beberapa paper di elsevier (dang,, kok saya lupa sih website apa saja yang berisi paper) serta scholar.google.com dengan beberapa kata kunci terkait berdasarkan temuan saya di website kampus Prof. Yoshikawa. Ternyata saya banyak menemukan paper dengan sitasi Prof. Yoshikawa sendiri dan Mas Pandji. Selidik punya selidik, Mas Pandji ternyata alumni mesin institut gajah angkatan (lumayan) atas. Saya pun menggunakan beberapa paper karya Mas Pandji sebagai daftar pustaka proposal riset saya.
Perpustakaan juga merupakan tempat favorit saya sebagai arena brainstorming guna menyempurnakan proposal riset. Akhirnya saya menetapkan buku Integrated Solid Waste Management (Tschobanoglous) yang merupakan kitab di mata kuliah limbah saat perkuliahan dan buku Thermal Conversion System for Municipal Solid Waste (Hickman). Tadaaa... Akhirnya dalam beberapa hari (atau minggu?) Proposal riset saya beres. Judulnya Hydrothermal Treatment Characteristic for High Moisture Municipal Solid Waste. Iya, detik ini setelah saya membuka file ini dari computer drive saya terharu, kok bisa-bisanya nulis macam gini untuk hal yang sama sekali belum saya ketahui :').
Sneak Peak Riset Proposal saya |
SENT! Saya kirim email berisi tautan riset proposal hasil (karangan) saya. Harap-harap cemas. Tapi tidak berharap juga. Nothing to lose.
Sampai pada akhirnya saya mendapatkan laporan bahwa proposal riset saya lah yang dipilih dari sekian proposal riset yang masuk.Whoooaa,, what a prize! Jujur saja saya tidak menyangka. Saya yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan limbah padat yang baik. Saya yang niatnya hanya iseng-iseng berhadiah ini, diterima proposal risetnya. Whooaaa,, kesempatan bisa pergi ke Jepang Gratis! Raisa pun menyarankan saya untuk bertemu dengan salah satu dosen tambang, Pak Liliek yang memiliki wewenang PJ pada pertukaran pelajar ini. Sekilas saya merasa lega, kerjaan saya dihargai.
Namun saat itu saya tidak menyadari, bahwa keruwetan yang sebenarnya akan segera dimulai.
Tidak ada komentar