Kalau boleh jujur, sebenarnya tujuan utama saya mengikuti lomba menulis blog yang diselenggarakan oleh kerjasama Blogger Perempuan Network dan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) yang bertajuk Forest Cuisine dengan tema "Hutan adalah Sumber Pangan" adalah demi menjadi 30 finalis sehingga diundang ke acara Blogger Gathering yang diadakan pada hari Sabtu, 29 Februari 2020 pada pukul 09.30. Ternyata ekspektasi saya tidak salah, saya puas mengikuti rangkaian acara ini karena bersinggungan dengan ketertarikan saya, yaitu lingkungan hidup dan masak-memasak. Memang ada apa aja sih di acara ini sampai menjadi motivasi utama mengikuti kompetisi blog?
Acara diselenggarakan di Almond Zucchini, Seterletak tepat di seberang Kantor Walikota Jakarta Selatan. Meski berdomisili di Jakarta, saya baru tahu ada studio memasak sebagus ini dan terletak tepat di tengah kota. Di dekat pintu sudah ada meja registrasi dan meja dari perwakilan WALHI di seberangnya yang menjual aneka produk lokal. Produk-produk ini dibesut oleh komunitas-komunitas lokal, dengan membelinya memiliki arti ikut berpartisipasi untuk mengembangkan perekonomian masyarakat lokal. Acara talkshow diadakan di ruangan bergaya kontemporer di sebelahnya.
Sumber: venuerific.com |
Sesi Patah Hati: Kepemilikan Lahan yang Terampas
Sesi dibuka dengan pemutaran film berjudul "Kita Masih di Planet Bumi" oleh WALHI. Sebuah film pendek pembuka mata betapa abai kita terhadap bumi, tempat dimana kita menjejakkan kaki. Konsumen yang acuh, memberi tekanan pada industri, kemudian mengakibatkan timpangnya ekosistem.
Talkshow kali ini sungguh menarik karena menghadirkan 4 orang dari 3 sisi. Payung organisasi non-pemerintah, inisiator, dan pemengaruh. Mereka adalah Perwakilan Eksekutif Nasional WALHI Khalissa Khalid, 2 orang WALHI Champion: Sri Hartati dan Tresna Usman Kamaruddin, serta food blogger pemilik @foodirectory, Windy Iwandi. WALHI Champion ini adalah orang yang sukses berkontribusi kepada hutan di daerahnya.
Kepemilikan Lahan dan Peran hutan
Menurut Khalissa Khalid atau kerap disapa Alin, hutan memiliki berbagai peran bagi masyarakat, yaitu: ekonomi, ruang hidup masyarakat, penjaga pangan keluarga, sumber energi, sumber pengetahuan, hingga apotik keluarga. Perempuan juga dapat melakukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Secara tidak langsung, yang menerima keuntungan hutan yang terkelola dengan baik tidak hanya masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan tersebut, orang kota juga mendapat manfaatnya. Hutan pada hakikatnya adalah flora, fauna dan ekosistem yang beragam. "Kalau seragam bukan lah hutan", tandas Alin.
Dari hutan, banyak hasil alamnya yang berupa produk non kayu dapat diolah secara berkelanjutan, disinilah peran hutan sebagai peran ekonomi. Produk yang digarap komunitas mungkin relatif lebih mahal, tapi lebih adil karena minimnya peran-peran tengkulak yang mencerabut kesejahteraan masyarakat daerah. Dewan masyarakat lokal mulai berupaya mandiri untuk menanam sendiri lahan yang mereka punya. Pun, mereka masih terkendala oleh pemasaran dan akses. Besar keinginan agar pemerintah mendukung produk dan usaha lokal, terutama dari tempat terpencil. Kenyataanya, banyak kebijakan pemerintah yang menjadi duri, bertentangan dengan kepentingan masyarakat lokal, bahkan menghambat. Ini berujung menjadi berbagai macam konflik agraria dan konflik warga lokal terhadap penguasa.
Jauhnya letak perkotaan dan hutan membuat masyarakat kota merasa tidak terikat kepada hutan. Kebakaran menyebabkan rusaknya hutan. Hutan rusak, pangan juga terancam, terutama beresiko tinggi kepada anak-anak dan balita. Padahal, apabila kita merawat hutan dengan baik, hutan akan berbaik hati untuk kita dengan menyediakan panganan bergizi tinggi hingga air jernih yang bisa langsung dikonsumsi. Lahir dan besar dikelilingi oleh hutan, membuat Tresna mendorong segala lapisan masyarakat untuk menjaga hutan. Sebagai WALHI Champion, Tresna menginisiasi berbagai macam usaha pengelolaan hutan di daerahnya, Kolaka, Sulawesi Selatan dengan cara memberikan edukasi sampah plastik kepada komunitas wanita, hingga gerakan menanam pohon yang memiliki kearifan lokal seperti sagu. Ia bahkan merindukan cemilan masa kecilnya yang terbuat dari sagu dan kini sudah hilang, Cako-cako. Sri Hartati yang juga WALHI Champion berusaha mengelola buah Pala yang merupakan komoditas di Sumatera Barat. Bahkan dengan cerdiknya mempromosikan buah Pala ini menjadi minuman selamat datang di Hotel Bumi Minang, Padang, Sumatera Barat.
Jauhnya letak perkotaan dan hutan membuat masyarakat kota merasa tidak terikat kepada hutan. Kebakaran menyebabkan rusaknya hutan. Hutan rusak, pangan juga terancam, terutama beresiko tinggi kepada anak-anak dan balita. Padahal, apabila kita merawat hutan dengan baik, hutan akan berbaik hati untuk kita dengan menyediakan panganan bergizi tinggi hingga air jernih yang bisa langsung dikonsumsi. Lahir dan besar dikelilingi oleh hutan, membuat Tresna mendorong segala lapisan masyarakat untuk menjaga hutan. Sebagai WALHI Champion, Tresna menginisiasi berbagai macam usaha pengelolaan hutan di daerahnya, Kolaka, Sulawesi Selatan dengan cara memberikan edukasi sampah plastik kepada komunitas wanita, hingga gerakan menanam pohon yang memiliki kearifan lokal seperti sagu. Ia bahkan merindukan cemilan masa kecilnya yang terbuat dari sagu dan kini sudah hilang, Cako-cako. Sri Hartati yang juga WALHI Champion berusaha mengelola buah Pala yang merupakan komoditas di Sumatera Barat. Bahkan dengan cerdiknya mempromosikan buah Pala ini menjadi minuman selamat datang di Hotel Bumi Minang, Padang, Sumatera Barat.
Dusun Silit, Desa Nanga Pari, Kecamatan Sepauk, Sintang adalah kampung yang ditinggali oleh Masyarakat Dayak Seberuang dan memiliki potensi sumber daya yang melimpah ruah dengan kondisi alam yang masih baik. Kampung ini adalah satu-satunya dusun yang dikelilingi oleh kebun sawit, namun komunitas perempuannya begitu kuat dan solid mempertahankan rimba terakhir agar tidak ikutan digarap oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit. Setelah 73 tahun ketiadaan listrik semenjak Indonesia merdeka, akhirnya Dusun Silit memiliki listrik sendiri melalui peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Silit pada tahun 2019 silam. PLTMH adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti saluran irigasi, sungai dan air terjun. Dayanya hanya 4500 watt. Ini merupakan secercah cahaya bagi masyarakat Silit setelah berkali-kali gagal mengajukan fasilitas listrik ke pihak PLN. Dusun Silit adalah contoh dusun yang berkelanjutan dimana menggunakan alam yang masih perawan sebagai sumber listriknya.
Sumber: FB WALHI |
Hutan memiliki kearifan lokal berupa sumber pengetahuan. Hutan juga bisa menjadi sekolahnya perempuan. Hilangnya hutan berkesinambungan juga dengan hilangnya kebudayaan, sehingga menyebabkan hilangnya masyarakat karena masyarakat lokal memiliki kearifan lokal yang khas sebagai identitas hidup. Mereka memiliki ilmu dan kebudayaan sendiri bagaimana hidup berdampingan dengan hutan, menjaga hutan dan mengolah hutan. Suatu mata rantai yang sangat disayangkan jika sampai hilang.
Hutan juga memiliki kemampuan sebagai apotik keluarga. Penyedia tanaman-tanaman yang bisa dijadikan obat, penyedia suasana holistik untuk penyembuhan. Tresna, sebagai penyintas kanker, memutuskan kembali ke alam pasca divonis mengidap kanker. Ia bersentuhan dan berkomunikasi dengan alam. Perlahan, ia mencapai tahap penyembuhan.
Kepemilikan Lahan: Negeri kita, lahan kapitalis
Indonesia sejak dulu terkenal dengan negara pertanian. Lahan Indonesia yang teramat subur membuat muncul ujaran kalau biji apapun tinggal lempar, maka tumbuhlah menjadi tanaman. Indonesia besar dengan keringat petani dan pengebun, sampai sekarang, pekerjaan sebagai petani dan pengebun tetap menduduki prosentase yang besar. Tapi seberapa banyak yang mengolah lahan sendiri?
Sebagian besar petani dan pengebun berkerja mengelola lahan orang lain, bukan milik sendiri. Alih-alih menjadi petani dan pengebun, buruh tani dan buruh kebun lebih layak disematkan. Ironis memang. "Pemuda-pemuda kita semangat mengelola hutan, tapi tidak memiliki lahan", ujar Tresna. Beginikah bentuk negara kita, Indonesia yang mengusung sila ke-5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?
Melihat fenomena semacam ini, WALHI berusaha menginisiasi Wilayah Kelola Rakya (WKR) agar tercapai pengelolaan lahan yang lebih adil. WKR adalah sebuah sistem kelola yang integratif dan partisipatif baik dalam proses tata kelola, produksi, distribusi dan konsumsi melalui mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Apa yang dapat dilakukan orang kota?
Bijaklah menjadi konsumen. Jadilah konsumen yang kritis. Minyak sawit memiliki berbagai macam olahan yang dieksploitasi oleh industri karena harganya murah dan mudah ketersediaanya. Beberapa produk yang menggunakan minyak sawit adalah lipstik, mentega, pasta gigi, dan berbagai bahan pokok lainnya. Penggunaan minyak kelapa sawit bisa diganti dengan minyak kelapa. Konsumen yang bijak adalah konsumen yang tahu apa yang dibutuhkan, bukan hanya diinginkan semata. Kita bisa mengkonsumsi yang berasal langsung dari petani-petani kita tanpa harus melalui jalur tengkulak. Sudah banyak produk alternatif yang diproduksi oleh komunitas. Mengkonsumsi produk komunitas artinya kita ikut serta mendukung ekonomi komunitas.
Akhiri Acara dengan Hidangan
Acara berikutnya termasuk yang saya tunggu-tunggu juga, yaitu demo memasak bersama pemenang Master Chef, William Gozali atau yang beken dikenal dengan Wilgoz. Dengan arahan sang koki, kami dibagi menjadi 5 kelompok dan sama-sama memasak Fettucini Mushroom Ragu. Tiap kelompok menetapkan 2 orang ada di balik kompor, sisanya bisa ikut mencacah, mempersiapkan bahan dan dokumentasi. Bersama dengan pasta, mentega dan krim masak, dengan menggunakan hasil hutan Indonesia seperti jamur, bawang putih, kucai dan daun bawang bisa disulap menjadi masakan Eropa loh!
Chef Wilgoz memberikan arahan dengan sangat detail. Mulai dari cara mencacah bawang putih, daun bawang dan kucai, permainan api, tingkat kematangan, hingga teknik dasar dalam memasak pasta. Semua peserta terlihat antusias. Setelah semua kelompok hampir selesai, Chef mendatangi semua kelompok untuk mencoba masakan yang kami buat. Tidak hanya mencoba, Chef Wilgoz juga memberikan kritik yang konstruktif. Saat mencoba hasil masakan kelompok kami,
Wah, lebih enak dari yang saya bikin di depan!
Kontan kami pun bersorak sorai. Usut punya usut, ternyata karena kami hanya menggunakan sedikit pasta, jadi rasa krim yang kami buat lebih terasa gurih 😝. Penasaran dengan resep gubahannya Chef Wilgoz? Simak di bawah ini!
n.b: Tahap berdasarkan ingatan dan takaran berdasarkan perkiraan penulis melalui foto. Segera dikonfirmasi keakuratannya
Selepas keseruan acara masak-memasak, semua peserta, pembicara dan chef berfoto bersama. Tak lupa kami semua santap siang selepas itu.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus