Saya suka turut sedih jika mendengar cerita-cerita orang tua yang memaksakan anaknya untuk bisa membaca di usia sedini mungkin. Semakin cepat anak bisa membaca, semakin bangga orang tua. Bahkan tak jarang cara-cara yang digunakan malah dapat "mencederai" anak ketimbang mendidik dengan penuh kasih sayang. Menurut seorang psikolog anak, David Elkind, dalam bukunya The Hurried Child, kecenderungan masyarakat untuk mendorong anak agar secepatnya bisa membaca menjadi lebih buruk dibanding 2 dekade tahun yang lalu. Entah karena tuntutan sekolah atau demi kebanggaan semu orang tua semata.
Sedikit yang mengetahui bahwa proses untuk bisa membaca adalah proses panjang yang terbina sejak dari duduk dalam pangkuan. Otak anak kecil mempersiapkan kemampuannya untuk membaca jauh lebih dini ketimbang yang kita kira. persepsi, konsep dan kata menjadi bahan mentah proses kemampuan membaca. Dalam perjalanannya, anak-anak menggabungkan berbagai pandangannya menjadi bahasa tertulis yang biasa kita gunakan.
Bisa cepat membaca itu bonus, yang penting pemahaman dan pembiasaan! - Indri Ayu Lestari, Pegiat Literasi Anak
Buku adalah Keluarga Kami
Tinggal di apartemen, terkadang banyak tamu yang mengeluhkan betapa terjejalinya ruang apartemen kami dengan buku. Saya tumbuh dan besar di lingkungan buku. Sejak belum bisa membaca, katanya saya sering sekali minta dibacakan buku hingga bisa baca sendiri tanpa diajari detail saat akan memasuki usia 5 tahun. Meski saya bukan tipe pembaca cepat, saya rutin baca buku sampai sebelum digempur oleh tren media sosial, saat saya menduduki bangku perkuliahan. Beruntung beberapa tahun belakangan ini, saya berhasil menata kembali diri saya untuk mengurangi aktifitas media sosial dan kembali memfokuskan untuk menuntaskan buku-buku yang belum selesai.
Suami saya juga pada dasarnya pecinta buku, sampai sekarang ia juga rajin belajar melalui text book meski kadang lebih suka main komputer.
Meski masih banyak buku di rumah yang belum saya baca, tapi saya secinta itu dengan buku.
Saya mulai membiasakan Hasan dengan buku semenjak ia masih bayi, mungkin sekitar 6 bulan. Dimulai dari buku kain, board book, hard cover hingga buku kertas biasa. Kebetulan, Hasan memiliki motorik halus yang sangat baik sehingga saya bisa menyajikan buku kertas biasa lebih cepat. Dengan kemampuan membuka tiap halaman dengan baik, Hasan jarang sekali merobek buku. Hanya sesekali saja jika "kecelakaan". Hampir tiap hari saya membacakan buku untuk Hasan. Dari saya yang menawarkan hingga ia memilih bukunya sendiri untuk minta dibacakan. Dari yang hanya betah dibacakan 3 lembar buku sedikit tulisan, hingga menagih selesai 1 buku dengan halaman penuh tulisan. Semua itu butuh proses. Ketika Hasan tumbuh menjadi anak yang memiliki minat baca tinggi, rasa keingintahuan besar dan senang belajar, rasanya proses yang sudah dibina sejak dini menjadi tidak sia-sia.
Patut saya akui, saya mengalami panic buying dalam membeli buku untuk Hasan, anak pertama kami, bahkan di bulan-bulan awal kelahiran dia. Buku yang belum menjadi jangkauan usianya juga kerap saya belikan. Pameran buku BBW, lapak cuci gudang buku, semua saya jabanin. Bahkan ada beberapa buku yang harganya cukup lumayan, tetap saya beli. Seiring dengan perkembangan usia Hasan dan penuhnya rak apartemen kami secara signifikan, saya mulai menjadi pembeli buku anak yang penuh perhitungan. Saya sudah lebih memahami buku macam apa yang Hasan butuhkan di umurnya. Apalagi, Hasan sudah mulai bisa memilih buku yang ia sukai.
Apakah saya menyesal?
Tidak sepenuhnya.
Sudah banyak sekali buku di apartemen, dibanding penuh begitu, masukin aja ke kardus sebagian.
Saya mendengar ujaran tersebut saat Hasan kira-kira berusia 3.5 tahun. Saat itu saya merenung sejenak, hingga akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa meski ada seratus lebih buku anak di apartemen kecil kami, ternyata TIDAK SATU PUN yang luput oleh Hasan untuk minta dibacakan. Tidak satu pun buku yang belum pernah minta dibacakan. Saya tertegun sedikit tidak menyangka. Sampai sekarang pun Hasan suka minta dibacain buku di tumpukan entah mana yang bahkan saya tidak ingat sama sekali pernah membelikan buku itu.
Membaca sejak di Pangkuan
Semuanya bermula dari hangatnya pangkuan orang yang mereka cintai. Banyak riset yang membuktikan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh seorang anak mendengarkan cerita dari orang tua-nya dapat menjadikan prediktor kemampuan baca mereka. Sedikit sekali yang mengetahui bahwa seorang anak kecil yang duduk mendengarkan cerita sembari melihat gambar berwarna telah belajar bahwa dari tiap halaman terdiri dari berbagai huruf, huruf menjadi kata, kata menjadi kisah, dan suatu kisah tersebut dapat diceritakan berulang-ulang kali. Tahap ini menjadi prekursor penting perkembangan kemampuan baca seorang anak.
Proses berikutnya adalah meningkatnya kemampuan memahami gambar. Sistem visual sudah berfungsi penuh sejak usia 6 bulan. Sistem pemerhati ini akan menempuh jalan panjang untuk pematangannya. Sistem konseptual mereka juga tumbuh hari hari ke hari. Saat kemampuan atensi dan perseptual anak berkembang, mereka akan semakin tertarik dengan prekursor terpenting dalam membaca, perkembangan bahasa dini, dan kemampuan mengaitkan bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki nama. Misalnya yang bisa diminum itu air minum, yang bisa dimakan itu makanan. Sebenarnya, anak baru akan menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini punya nama pada saat berusia 18-24 bulan. Ini didasari bahwa pada saat itu otak mulai mampu menghubungkan dua atau lebih sistem untuk mendapatkan pengetahuan baru. Otak anak akan mampu mengintegrasikan beberapa sistem seperti penglihatan, kognisi dan bahasa.
Dari munculnya konsep penamaan ini, keberadaan buku menjadi sangat penting. Semakin banyak seorang anak berbicara, semakin faham ia bahasa oral. Semakin banyak anak membaca, semakin berkembang kemampuan kosa kata-nya. Jalinan antara bahasa oral, bahasa tertulis dan kognisi membuat masa awal tumbuh kembang anak sebagai masa emas perkembangan bahasa. Perkembangan bahasa meliputi perkembanga fonologi, semantik dan gramatikal.
Anak mempelajari emosi melalui cerita-cerita di buku. Bayangkan seorang anak berusia 3,5 tahun yang duduk di pangkuan orang yang sering membacakannya cerita. Anak ini perlahan akan paham bahwa gambar tertentu berkaitan dengan cerita tertentu. Cerita tersebut akan menggambarkan emosi dan perasaan melalui tulisan. Disinilah hubungan berkesinambungan antara perkembangan emosi dan membaca. Anak kecil yang belajar merasakan emosi melalui membaca, mempersiapkan diri mereka untuk lebih memahami emosi yang lebih rumit.
Tahap terpenting lainnya dalam membaca bisa membeli nama alfabet. Setelah anak mampu, pertanyaan berikutnya adalah seberapa dini anak dapat membaca sendiri. Sebuah pertanyaan yang menjadi harapan bagi para orang tua, bahkan menjadi bahan iklan program-program pra-membaca.
Membaca merupakan ketergantungan kemampuan otak untuk menghubungkan dan mengintegrasikan beberapa sumber informasi, terutama visual dengan auditori, linguistik, dan area konseptual. Proses integrasi ini sangat tergantung dengan pematangan tiap bagian, wilayah asosiasi, dan kecepatan tiap bagian-bagian otak untuk saling terhubung. Menurut neurolog perilaku Norman Geschwind, bagian-bagian ini tidak akan terhubung dan terintegrasi penuh hingga usia sekolah, yaitu antara 5-7 tahun bagi sebagian besar anak. Geschwind juga memiliki hipotesis bahwa biasanya anak laki-laki lebih lambat untuk lancar membaca dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan akan lebih cepat melakukan tugas penamaan dibanding anak laki-laki hingga usia 8 tahun.
Ketika anak-anak mencapai usia taman kanak-kanak, yakni 5-6 tahun, semua prekursor terjadinya proses membaca mulai terkoneksi. Jika sebelumnya anak-anak tidak mengerti saat diajari cara-cara membaca, pada usia ini mereka mulai tampak paham, seperti bagaiana menggabungkan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, hingga kata menjadi kalimat. Kata dan kalimat yang masing-masing memiliki maknanya masing-masing.
Metode Membacakan Buku untuk Hasan
Di usianya yang sebentar lagi genap 5 tahun, saya menggunakan beberapa pendekatan metode dalam membacakan Hasan. Untuk buku Bahasa Indonesia dengan tulisan sedikit dan diulang-ulang, saya menggunakan metode read-aloud (membaca nyaring) sembari menunjukkan tulisan seiring saya baca. Sesekali di kata yang berulang-ulang saya menyuruh dia menebak. Jika buku berbahasa Indonesia dengan kalimat panjang, saya membacakan utuh persis seperti yang tertulis. Untuk buku Bahasa Inggris dengan sedikit kalimat, saya membacakan utuh dengan Bahasa Inggris sambil sesekali bertanya menggunakan Bahasa Inggris. Jika buku berbahasa Inggris dengan tulisan panjang, biasanya jenis ensiklopedi, saya menceritakan atau mendongeng sambil menunjukkan ilustrasi gambar. Di luar itu, Babehnya Hasan juga kerap kali membacakan Hasan dengan cara mendongeng. Baik itu buku Bahasa Indonesia ataupun Bahasa Inggris
Seperti yang dilansir pada Asian Parent, Menurut Rosie Setiawan, pakar yang mendalami membaca nyaring, metode membaca nyaring memiliki segudang manfaat seperti menstimulasi otak anak agar berkembang secara maksimal serta memperkenalkan anak pada kemampuan dasar literasi, yaitu mendengarkan. 90% dari perkembangan otak anak terjadi pada usia 0-6 tahun, sehingga membiasakan membacakan kepada anak harus segera dilakukan.
Manfaat lain dari membaca nyaring adalah meningkatkan kedekatan antar orang tua dan anak serta menumbuhkan rasa cinta membaca. Begitu bayi duduk di pangkuan sang pembaca, bayi tersebut akan mengasosiasikan kegiatan membaca sebagai bentuk curahan cinta. Menurut Jim Trealease pada bukunya Read-Aloud Handbook, metode membaca nyaring juga dapat meningkatkan kosakata anak. kosa kata yang digunakan saat berbicara jauh lebih sedikit dibandingkan kosa kata pada buku. Ini sangat membantu tingkat literasi anak, bahkan orang dewasa. Menurut para ahli, dibacakan buku adalah salah satu tahap mempersiapkan anak untuk membaca.
Minat Baca Anak dan Literasi Indonesia
Budaya literasi Indonesia sangat rendah jika dibandingkan peringkat dunia. Penelitian yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2016 terhadap 61 negara di dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-60, hanya satu tingkat diatas Bostwana. Kemendikbud menyusun Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca). Kegiatan literasi dipengaruhi beberapa faktor: akses, alternatif, dan budaya. Kategori Indeks Alibaca terdiri dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. DKI Jakarta menduduki peringkat tertinggi dengan nilai hampir mencapai 60%. Sementara rata-rata indeks Alibaca nasional hanya mencapai 37,32% yang tergolong rendah.
Jika dibandingkan negara lain, sistem pendidikan Indonesia kurang menitik beratkan tentang pentingnya membaca. Jika melihat buku terbitan Amerika atau Inggris, kita sering melihat buku tersebut ada di tingkatan mana. Tingkat pengenalan (usia prasekolah), tingkat 1, tingkat 2 atau tingkat 3
- Tingkat 1: Siap membaca Prasekolah-TK
- Tingkat 2: Membaca dengan bantuan (Prasekolah-Kelas 1)
- Tingkat 3: Membaca sendiri (Kelas 1-3)
- Tingkat 4: Membaca paragraf (Kelas 2-3)
- Tingkat 5: Siap untuk membaca bab (Kelas 2-4)
Tiap tingkatan memiliki karakteristik model bacaan tersendiri. Seperti pada tahap 1, buku akan disertai dengan tulisan berhuruf besar, berima dan gambar untuk menebak bacaan. Di tahap 2, buku akan terdiri dari kosa kata dasar, kalimat pendek, serta cerita yang sederhana untuk dimengerti oleh anak. Tingkat 3 dimana anak sudah dapat membaca sendiri, karakteristik bacaan mulai lebih rumit seperti perngkarakteran tokoh, plot cerita yang mudah, dan topik-topik populer. Pada tahap 4 anak sudah mulai bisa membaca paragraf sehingga kosa katanya lebih menantang, jalan cerita juga lebih menarik. Di tahap 5, anak sudah dipersiapkan untuk membaca dalam bagian bab, otomatis paragraf akan lebih panjang.
Aplikasi Let's Read
Saya jarang menemukan pengkategorisasian seperti ini pada kebanyakan buku anak di Indonesia. Namun, sekarang sudah ada aplikasi Let's Read yang bisa diunduh disini. Sementara hanya tersedia untuk pengguna Android. Untuk pengguna iOS jangan khawatir, kita bisa membukanya melalui daring. Di aplikasi ini kita bisa banyak menemukan buku anak-anak dari pengarang seluruh dunia yang sudah dikategorikan sesuai bahasa maupun tingkatannya. Dengan banyaknya ragam buku yang disertai ilustrasi menarik, semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses buku berkualitas. Untuk membaca semua buku juga gratis tanpa dipungut biaya. Aplikasi ini juga cocok buat berpergian. Tanpa harus membawa banyak buku fisik, kita bisa memberikan pilihan bacaan kepada anak. Buku cerita bisa diunduh dalam format epub untuk memudahkan penggunaan tanpa sinyal.
Saat saya menunjukkan aplikasi ini melalui gawai kepada Hasan, ia sungguh tertarik untuk mengeksplorasi buku apa saja. Pilihan pertama jatuh pada judul Ayo, Sini Pus! karangan Karen Lilije, tentang kucing peliharaan seorang anak yang dicuri oleh monster. Buku ini secara cerdas tersirat menjelaskan kepada anak pentingnya membuang sampah di tempatnya, dengan alegori berupa semakin banyak sampah maka semakin besar monster.
Mari Tingkatkan Minat Baca Anak Indonesia!
Melihat rendahnya tingkat literasi Indonesia, perlu langkah taktis dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, selain mengandalkan pemerintah, ada baiknya kita sebagai orang tua kembali membudayakan membaca dan mendorong agar anak-anak kita menjadi generasi melek literasi. Dengan membaca, kita lebih memahami persoalan. Dengan membaca, kita menjadi generasi bukan penyebar hoax. Dengan membaca, kita siapkan generasi yang adaptif terhadap perubahan.
Daftar Pustaka:
Maryanne Wolf (2008). "Proust and The Squid: The Story and Science of The Reading Brain.".Iconbooks. Hal.81-101
gara-gara baca ini semangat literasi membuncah lagi, makasih ya teh
BalasHapusYour welcome, mba! self reminder aku juga ni
Hapuskarena tidak dibaiasakan membaca dipangkuan, anak anak saya ogah kalo dibacain buku sekarang. terutama si sulung yang berusia 5 tahun. lebih doyan kalo saya yang story telling sebelum tidur. itupun gak nyampe 5 menit. seketika saya merasa gagal. tapi beda dengan adiknya, dia suka kalo saya cerita pake buku, duduk disebelah dia atau dipangkuan saya
BalasHapuswah baru tau insight seperti ini. Thx mba!
Hapusanaknya arimbi tl08, baru 4 tahun udah lancar banget baca indo dan bahasa inggrisnya... ga gadgetan atau tv pula... read aloud juga kayanya.. salut dehh
BalasHapusYoi cum! rejeki juga. Tapi tiap anak beda-beda hehe
HapusAku suka dengan cara baca nyaring, membaca dengan jelas dan menarik saat membacakan, dijamin anak terpesona dan nagih, hehee....
BalasHapusbetulll,, bikin anak terpikat ya
Hapussejak dini anak2 memang hrs diperkenalkan dengan buku
BalasHapusbetul, tujuan utamanya membentuk rasa cinta terhadap membaca :)
Hapuskeren deh cara mengenalkan bukunya pada anak, adanya aplikasi ini membantu kita menyediakan bahan bacaan untuk anak
BalasHapusthx mbaa! bagus-bagus bukunya yaa
Hapus