"Ayo cepat pergi sekarang, mumpung anak lagi nonton TV dan tidak sadar ibunya pergi."
Ada yang pernah mendengar ujaran saran semacam itu?
Kebetulan, kami dikaruniai 2 dari 3 anak yang memiliki sifat attachment yang tinggi terhadap orangtuanya, terutama saya ibunya. Ini juga berlaku pada si sulung meski usianya sudah 7,5 tahun. Satu lagi adiknya yang memiliki rasa attachment yang tinggi hampir berusia 4 tahun. Melihat gaya anak kami yang seperti itu, sering sekali saya mendengar sekeliling saya berkata agar segera meninggalkan mereka saat mereka sedang tidak melihat saya yang hendak pergi tanpa mereka.
Perkataan ini sering terdengar dari mulut ART saya. Memang sepertinya gaya parenting "kabur selagi anak tidak melihat" itu populer di parenting jaman dulu ya. Karena tidak hanya keluar dari mulut ART, tapi beberapa "orang tua" jaman dulu.
"Biarin anak nangis, yang penting izin pergi di depan mukanya, bukan menghilang tiba-tiba." Tekan mertua saya.
Memang "kabur selagi anak tidak melihat" adalah jalan super instan saat hendak pergi meninggalkan anak yang memiliki rasa attachment yang kuat kepada orangtuanya. Tapi nyatanya perilaku seperti itu lambat laun hanya akan menimbulkan luka trust issue kepada orangtuanya yang semakin dalam. Semakin mereka tumbuh, luka ini akan semakin menganga dan akan menimbulkan banyak masalah hubungan antar orangtua - anak nantinya.
Efek meninggalkan anak tanpa izin yang benar
1. Kehilangan orang tua
Anak memiliki ekspektasi bahwa orangtuanya ada di sekitarnya meski ia sedang menoleh atau asik kepada arah lain. Begitu ia menoleh, eh orangtuanya hilang. Ekpektasi dan realita berbeda jauh. Tentu mereka akan sangat panik dan bukan tidak mungkin alih-alih mereka tenang saat kita pergi malah menangis meraung-raung dan baru akan berhenti saat orangtua muncul kembali di hadapan mereka.
Anak akan merasa sangat panik menghadapi situasi ini. Jangankan anak-anak, apa yang kita rasakan sebagai orangtua saat sedang pergi bersama anak ke mal namun tiba-tiba saat menoleh kembali sang anak tidak ada?
Panik? Takut? Tentu saja. Berbagai pikiran berkecamuk di pikiran kita. Kemana sang anak? Apakah mereka aman? Apakah mereka tersesat? Apakah ada orang jahat yang menculik mereka?
2. Trust issue kepada orang tua sendiri
Saat orangtua mereka hilang tiba-tiba tanpa pamit, mereka akan merasa sangat dikhianati.
Kenapa mereka menghilang tanpa sepengetahuanku? Anak merasa tidak dianggap oleh orangtua sendiri saat orangtuanya hilang tiba-tiba. Padahal anak adalah entitas yang bahkan perasaannya harus kita perhatikan selayaknya manusia seutuhnya. Anak merasa orangtua tidak memvalidasi perasaan dan keberadaan mereka.
Lambat laut luka mereka semakin menganga seiring waktu. Anak semakin tidak percaya kepada orangtuanya.
Bagaimana perasaan kita saat mengetahui anak kita nanti tiba-tiba kabur dari rumah tanpa sepengetahuan kita? Apa yang kita rasakan? Tentu rasa pengkhianatan dan pendurhakaan akan menghantam kita dalam-dalam.
3. Merasa tidak aman
Begitu mereka tahu orang tua mereka hilang tiba-tiba? Tentu mereka panik dan takut dengan lingkungan mereka.
Jujur dalam minta izin kepada anak
Setelah sekian tahun sejak memiliki anak, rasanya saya dan suami belum pernah pergi ke luar kota berdua saja. Saat suami berkesempatan tugas operasi di Palembang di sebuah akhir pekan, langsung terbersit di pikiran saya untuk sekalian ikut pergi bersama suami. Toh sudah lama kami tidak berpelesir kedua. Hitung-hitung quality time bersama suami tanpa "gangguan" anak.
Kami pun berencana menitipkan ketiga anak kami di rumah orangtua saya. Saya langsung mengantar anak-anak dan ART ke rumah orangtua sepulang sekolah si bungsu. Tentu orangtua saya senang sekali karena bakal bermain bersama cucu. Jarang-jarang juga kan menitipkan mereka disana menginap selain saat saya melahirkan. Rencananya anak-anak akan kami jemput di Hari Senin, kebetulan saat itu sedang tanggal merah.
Beberapa sebelum keberangkatan kami, saya sudah sounding ke anak-anak, terutama ke si sulung. Tentu ada sedikit penolakan, apalagi si tengah yang masih benar-benar tidak ingin lepas. Benar saja, saat kami berada di rumah orangtua, si sulung sudah mulai galau. Sepanjang hari sampai mobil saya meninggalkan rumah ia terus galau.
Saya pun selalu memeluk si sulung saat ia galau dan terus validasi perasaan dan afirmasi bahwa tidak mengapa ia sedih, kami hanya sementara saja meninggalkan ia. Meski saya meninggalkan ia dalam keadaan galau, tidak lama kemudian ipar saya mengkonfirmasi ia kembali ceria dan bermain bersama sepupunya.
Si tengah hanya menolak saat saya memasukkannya ke mobil orangtua saya yang akan kembali ke rumah. Namun, Ibu saya berkata hanya beberapa menit di mobil, si tengah kembali ceria.
Bagaimana dengan si bungsu? Wah tidak ada perubahan, malah ia asik mendadahi saya dan sibuk ngemil sesampai di rumah orangtua saya hehe.
Saya yang mengetahui semua kabar itu sesampai di rumah merasa lega. Betul saya sudah mempersiapkan hal ini dan memprediksi gejolak sementara emosi mereka. Alhamdulillah, semua berjalan dengan lancar.
Agak deg deg ya mbak karena belum pernah ninggalin
BalasHapusTapi syukurlah semuanya bisa teratasi
Jalan pintas kayaknya memang lebih gampang dan cepat, tapi belum tentu yang terbaik ya, Kak.
BalasHapusSaya juga gitu sii mba, lebih baik ngomong jujur di depan mereka daripada tiba2 hilang. Meminta ijin justru membuat kita lebih lega saat meninggalkan mereka, ngga lari begitu aja.
BalasHapusIya lebih baik jujur, pamit pada anak. Daripada mereka merasa kehilangan rasa aman dan percaya kepada orang tuanya. Walaupun pada awalnya berat ya mam
BalasHapusya Allah jadi tamparan banget buat aku sih ini hehehe.. kadang pas rapat bilangnya mau sekolah, pas ngaji bilangnya mau rapat hahaha kebolak balik lihat suasana hatinyaaa
BalasHapusAlhamdulillah nggak pernah pergi diam-diam kayak gitu. Masalahnya, jarang juga pergi tanpa anak. Hahaha. Tapi, kalaupun harus ya paling dia ikut nganterin, nggak yang kucing-kucingan gitu. Pasti nggak nyaman banget rasanya kalau ditinggal diam-diam, padahal dia berharap orang tuanya masih hadir di sekitar dia.
BalasHapuskalau saya jujur ada sih beberapa kali pergi nggak bilang saat anak lengah gitu. pernah kejadian pas anak lagi tidur saya ke warung balik lagi dia sudah bangun dan nangis karena nggak diajak
BalasHapusJangankan yang masih kecil, anakku yang udah kuliah kalo pas pulang ke rumah atau yang smk, kalau lihat mamanya dandan sibuk nanya mau kemana, tapi memang sih sejak anak-anak kecil, ngak pernah pergi tanpa seizin anak-anak kalaupun mereka tidak diajak, selalu saya jelaskan alasannya.
BalasHapusAku setuju dengan gaya parenting mba. Bagaimana pun anak ga boleh dibohongi atau merasa ditipu, kasih pengertian pasti anak bisa memahami situasi nya kok
BalasHapusYa Allah nasehat buat saya yang sering kabur jika sedang tidak dilihat anak.. semoga bisa merubah metode ini... Makasih mb zeneth
BalasHapusBener ini Mbak. Penting banget buat jujur saat minta izin dan kasih pengertian yang pas buat sang buah hati.
BalasHapusAbsolutely agree mbak, sederhananya perlakukan anak dengan manusiawi sebagaimana kita ingin diperlakukan yaa
BalasHapusIni anakku banget kalo nganterin ayahnya kerja di pagi hari. Pernah suatu ketika Ayahnya pamit pas anak lagi tidur karena enggan membangunkan. Akhirnya anaknya seharian mencari-cari bapaknya terus sampai mamak pusing 🤣. Cuma kalau dipamiti dia gabakal nyari meskipun kadang pakai drama nangis minta ikut
BalasHapusIya nih jd ingat dulu pas ditinggalin emak keluar rasanya nyesek banget gitu kalau udah dijanjiin bakal ikut eh tapi dibelakang ditinggalin
BalasHapus