Setengah hari di Kudus bisa dapat banyak banget!
“Aku diajakin operasi ke Kudus, wiken nanti, mau ikut ga?”
Oh tentu, ajakan impulsif berkedok operasi akhir pekan tidak akan saya lewatkan. Memang sebelumnya sudah berpesan ke suami untuk ikut turut serta kalau dia diajak operasi/acara rentang area Jawa, Palembang, dan Pontianak. Alhamdulillah sudah pernah ke Palembang dan Pontianak.
Kami memutuskan melakukan perjalanan naik mobil demi kefleksibelan. Berangkat Jumat sore setengah 3, transit malamnya di Semarang dan menginap, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kudus setelah Subuh.
Rencananya sih di Kudus kami menginap semalam di rumah teman suami dan kembali ke Jakarta di hari minggu. Loh harusnya 2 hari 1 malam di Kudus judul blognya, kok malah setengah hari di Kudus?
Jawabannya ada di blog ini!
Ternyata (hampir) cukup setengah hari jalan-jalan di Kudus
Berhubung suami seharian bakal operasi di salah satu Rumah Sakit di Kudus, otomatis saya bakal sendiri jalan-jalan di Kudus. Ini juga salah satu alasan kami kenapa lebih memilih membawa mobil sendiri ketimbang naik kereta api/travel ke Kudus. Setelah menaruh barang bawaan dan berbincang-bincang dengan tuan rumah, suami berangkat operasi bersama sang tuan rumah (temannya), menandakan saya pun berangkat bawa mobil sendiri jalan-jalan di Kudus.
Bisa kemana saja setengah hari jalan-jalan di Kudus?
1. Ngopi di No. 8 Coffee
Sebagai pengopi, tentu yang dicari adalah rekomendasi kafe di Kudus. Mencari rekomendasi kafe agak tricky karena jaman sekarang diksi dari kafe adalah restoran estetik. Padahal Kafe berasal dari bahasa Prancis, Café, yang artinya kopi. Butuh usaha untuk menyisihkan kafe estetik itu karena kebanyakan kopinya, mohon maaf,, 🥲.
Akhirnya ketemu No. 8 Coffee yang merupakan pelopor coffee shop di Kudus. Tentu saja, kafe Kudus ini menggarap kopi dengan serius, malah menu utama yang disajikan adalah kopi dengan aneka bijihnya. Cemilan pendamping juga tersedia namun tidak banyak.
Kafe ini menyabet beberapa penghargaan seperti 4th Place Indonesia Cup Toasters Championship. Baristanya, Imam Kurniawan. Juga termasuk peserta manual brewing class dan cupping class di Surabaya Coffee Festival 2015.
Kedai kopi di Kudus ini cukup terspesialisasi, terlihat dari pilihan penyajian kopi yang tidak terlalu banyak dengan filter coffee sebagai andalannya. Nikmatnya ngafe di kota kecil, kopi berrkualitas dengan harga yang murah. Hanya dengan membayar Rp 20.000 kita sudah bisa meneguk segelas filter coffee.
Tentu saya memesan flter coffee di No. 8 Coffee. Barista menawarkan saya mau menggunakan bijih apa. Tidak hanya menanyakan, tapi juga menjelaskan profil kopi dari ketiga bijih kopi yang ditawarkan. Karena saya ingin minum kopi filter dingin, ia pun menyarankan bijih kopi Weninggalih. Sepakat!
Namanya juga kopi penyajian manual, sudah pasti tidak akan seinstan penhyajian kopi berbasis espresso. Saya tidak bosan menunggu, apalagi sambil duduk dimeja depan jendela muka sambil menyaksikan kendaraan lalu lalang di depan Jl. Menur, Kudus.
No. 8 Coffee tidak luas, tapi cukup homey, mengingatkan kita perasaan bertamu ke rumah saudara kemudian disajikan kopi enak. Banyak terdapat peralatan vintage di berbagai sudut kafe, salah satunya alat pemutar piringan hitam.
Tidak terasa, mas barista pun datang sambil membawa segelas kopi dingin. Bagaikan menenggak cairan selai nanas dengan after taste yang ringan. Saya suka sekali filter coffee yang disediakan oleh No. 8 Coffee. Sebelum meninggalkan kedai kopi, tidak komplit jika tidak sekaligus membeli bijih kopi, mengingat No. 8 Coffee juga tempat roaster. Saya memilih bijih kopi Menur yang memiliki profil chocolaty. Saya sangat puas menyeduh biji kopi ini dengan metode coffee drip di rumah.
2. Sarapan Lentog di Sentra Lentog Tanjung
Setelah memulai pagi dengan kopi, maka saatnya mencari sarapan. Sebenarnya saya dan suami sudah sarapan terlabih dahulu di rumah teman suami. Kami menyantap pindang kerbau dan soto kudus. Namun karena perut masih bisa diisi, sayang jika melewatkan salah satu kuliner khas kudus, Lentog.
Namanya juga Sentra Lentog, praktis disini berkumpul banyak warung Lentog. Tinggal pilih saja secara random, insya allah enak semua. Salah satu yang terkenal adalah Lentog Tanjung Pak Mitro. Awalnya saya sudah mau ke sana, tapi melihat pemilik warung tampak belum siap, saya lebih memilih mendatangi Lentog Bu Sulasih. Sepi, tidak ada orang. Kayaknya asik nih sambil berbincang sekaligus mengalirkan sedikit rezeki.
Lentog panas pun dihidangkan. Makan khas Kudus ini merupakan campuran lontong sayur lodeh, jadi sudah pasti kuahnya berwarna putih. Lentog yang dihidangkan di depan saya tidak otomatis disediakan beserta sate telor puyuh, tapi bisa ambil berbagai sate di meja hidang. Aslinya, Lentog terdiri dari tahu, tempe, sayur gori (nangka), dan santan.
”Bu, apa beda lentog dan opor ya?” Tanya saya.
”Lentog pakai kencur, kalau opor tidak.” Jawab Ibu penjual
Sembari bercakap-cakap, tidak terasa, sepiring lentog hangan pun tandas berpindah ke perut saya.
“Berapa bu?” Sembari saya mengeluarkan dompet.”10 ribu saja mba!”
Ya ampun murah sekali ya 🥲.
3. Cari drama pengusaha rokok di Museum Kretek
Berjarak tidak sampai 2 km dari Sentra Lentog Tanjung, berdiri Museum Kretek di lahan yang sangat luas dengan harga tiket yang sangat murah. Hanya Rp 5.000!
Jika kamu merasa drama Jeng Yah, karakter Gadis Kretek karya Ratih Kumala, terlalu surealis, kamu harus tahu bahwa drama seperti itu tidak jauh beda dengan drama pengusaha kretek di kehidupan nyata.
Lahirnya kretek di Kudus tidak dapat dipisahkan dari kehidupan H. Jamhari. Asal muasal kretek ini juga cukup konyol. Bermula dari H. Jamhari yang mengeluh sakit di dada dan tidak kunjung membaik. Iya pun mengoleskan minyak cengkeh di bagian dada dan pundak. Mengejutkan, sakit dadanya terasa membaik. Ia pun mencoba mengunyah cengkeh dan hasilnya lebih baik lagi. Ide yang terlintas di kepala H. Jamhari pun semakin menjadi-jadi. Ia merajang halus cengkeh dan dicampur dengan tembakau serta berbagai rempah lainnya. Setelah itu, dibungkus dengan klobot (daun jagung kering) dan diikat dengan benang. Ia menghirup bungkusan itu dan merasa sesak di dadanya pun sembuh.
Well, let’s set aside, H. Jamhari and his pseudoscience. Intinya metode H. Jamhari ini dikenal luas dan dikenal dengan metode rokok obat. Nama rokok kretek itu muncul dari bunyi “kretek-kretek” yang muncul pada saat campuran tembakau-cengkeh dibakar.
Jika H. Jamhari memulai kegilaan pseudoscience rokok obat, maka Nitisemito muncul sebagai pengusaha Kretek terkaya di jamannya, dengan nama kretek “Bal Tiga”. Kalau kamu merasa superior melakukan pemasaran dengan pasang iklan elektronik di New York Square? Jangan sombong dulu, nih Nitisemito ngiklan dengan cara sebar brosur pakai pesawat Fokker. Iya, PESAWAT 😂.
Pengusaha rokok memang bisa setajir itu. Lihat saja komplek kantor-pabrik rokok terbesar di Indonesia yang terletak di Kota Kudus, jangan iri ya kalau kompleknya lebih bagus dari komplek perumahan kamu, hehe. Beberapa tahun lalu juga salah satu pengusaha rokok terbesar kedua di Kota Kudus baru menikahkan anaknya. Acara dirayakan di rumahnya yang luas lahannya SAMPAI ADA LAPANGAN GOLF PRIBADI. Penasaran dimana? Pokoknya di kaki Gunung Muria, kayak Puncak-nya Kota Jakarta.
Meski sangat sukses dan pernah jadi salah satu orang terkaya di Indonesia, Kretek Bal Tiga perlahan meredup sampai hilang sama sekali karena konflik internal, perang dunia, dan pendudukan Jepang. Mirip kan ceritanya kayak Kretek Gadis milik Jeng Yah yang sangat tenar kemudian hilang sama sekali karena kejadian G30SPKI.
Selain cerita Nitisemito, kita bisa melihat berbagai macam peralatan membuat rokok kretek serta rupa botol saus tembakau. Dipajang juga berbagai kotak mulai dari rokok kretek hingga rokok modern.
4. Makan siang di Pindang Kerbau Haji Sulichan
Kalau jalan-jalan di Kudus, jangan sampai lewatkan menyantap pindang kerbau deh, karena memang masakan khas-nya! Terutama Pindang Kerbau H. Sulichan. Lokasinya di tengah kota banget, benar-benar di samping simpang tujuh Kudus yang ikonik itu.
Menempati ruko sederhana berwarna hijau, pindang kerbau H. Sulichan seolah-olah tidak pernah sepi dari pengunjung, padahal saya datang sudah lewat jam makan siang dan tetap sepi. Dengan Rp 20.000 saja, saya sudah bisa menyantap pindang kerbau tanpa nasi. Rasanya? Pokoknya unik deh. Segar dengan sentuhan santan dan hint asam yang pas. Ada sedikit rasa pahit yang malah meningkatkan kekompleksan cita rasa. Rasa pahit ini berasal dari daun melinjo.
Nah, yang menarik dari Pindang Kerbau H. Sulichan ini adalah mereka menggunakan kecap yang tidak akan kamu temui dimana pun! Konon katanya, mereka menggunakan kecap yang dibuat oleh tetangganya. Tidak cuma itu, kecap tetangga ini juga bukan seperti yang dijual ke pelanggan lain, tapi sudah diracik khusus sehingga lebih cocok untuk masakan pindang kerbau.
5. Beli oleh-oleh dan cari tahu sejarah kota Kudus di Museum Jenang Kudus
Jalan-jalan di Kudus tidak lengkap kalau tidak beli Jenang Kudus sebagai oleh-oleh, atau setidaknya buat konsumsi sendiri. Bagi yang tidak tahu, Jenang Kudus mirip dengan Dodol Garut baik dari bentuk dan rasa. Jenang Kudus lebih tidak manis ketimbang Dodol Garut menurut saya. Nah, rasa “original”-nya itu uniknya malah rasa mocca. Rasa lain favorit saya yang kombinasi, yakni durian-nangka-mocca yang sepertinya menjadi best seller juga.
Selain menjual Jenang, ada museum yang terletak di lantai atasnya. Hanya dengan tiket masuk Rp 10.000, Kamu bisa mengetahui sejarah Jenang Kudus mulai dari awal hingga sekarang yang sudah dalam manajemen generasi keempat. Selain sejarah merek Jenang Kudus, kamu juga bisa belajar sejarah Kota Kudus.
Pernah terpikirkan kenapa Kota Kudus terkenal dengan industri rokoknya? Atau kenyataan bahwa kenapa Kudus sebagai Kota Santri juga sebagai Kota Pengusaha?
Nah, tak lain dan tak bukan karena slogan GUSJIGANG. Bagus menunjukkan bahwa rakyat Kota Kudus harus memiliki tata krama dan nilai-nilai kehidupan yang bagus. Ngaji menunjukkan bahwa masyarakat Kota Kudus adalah penuntut ilmu agama dimana nilai-nilai agama tidak lepas dari sendi kehidupan. Dagang berarti bahwa warga Kota Kudus wajib mandiri dan ikut serta menggerakkan roda perekonomian daerah, salah satunya ya dengan cara berdagang.
Tak heran kan kenapa pemilik Pabrik Rokok dan Jenang Kudus merupakan santri? Yah meskipun sebenarnya dalam Islam rokok itu memegang nilai minimal makruh (kalau tidak mau disebut haram).
Selain tentang sejarah Kota Kudus, juga ada sekelebat sejarah pengusaha raksasa rokok jaman dahulu yang bernama Nitisemito. Ada juga Museum Al Quran dimana kita bisa melihat berbagai “kertas” penulisan Al-Quran yang mulai dari kulit hewan, kain, hingga sekarang di kertas dengan berbagai macam rupa. Museum Jenang Kudus juga menampilkan karya anak Kudus berupa kaligrafi yang sudah memenangkan perlombaan baik skala regional, lokal, hingga internasional.
Kudus, Kota selewatan yang kerap terlewat
Kudus terkenal dengan Kota Santri karena sejarahnya yang erat dengan asal Sunan Kudus dan Sunan Muria (Gunung Muria, terletak di utara Kota Kudus). Selain sebagai kota sejarah, Kudus juga merupakan Kota dengan segudang kuliner lokal yang lezat seperti Pindang Kerbau yang menjadi favorit saya. Ada kuliner lain seperti Garang Asem Kudus yang terkenal, sayang tidak sampai kami jajal karena kami harus pulang mendadak akibat si tengah yang dirawat di Rumah Sakit karena Radang Paru.
Mendadak sekali, benar-benar di paginya mendapat laporan si tengah sesak napas, padahal Video Call malam sebelumnya tampak ceria. Pun, tidak ada gejala batuk-pilek seperti si bungsu. Qadarullah, memang sudah jalan Allah. Alhamdulillah ‘ala kulli hal.
Jika memiliki waktu yang agak lowong, daerah wisata kaki bukit Gunung Muria juga wajib kamu jajal karena menawarkan wisata alam dan pemandangan yang menarik.
Yuk, eksplor Kota Kudus!
ya Allah, lekas sembuh untuk anaknya, Aamiin..
BalasHapusAlhamdulillah, ranap 3 hari kemudian boleh balik
HapusPertama, cepat sembuh untuk anaknya.
BalasHapusKedua, kok lucu taglinenya GusJiGang...jigang, setahuku cara duduk, yg angkat kaki satu di kursi tuh...
Ketiga, bener ya orang Kudus engga ada daging sapi, adanya kerbau, karena ada akulturasi dng Hindu yg engga makan sapi.
Keempat...pengen ke sana lagi iiih. Dulu pernah Kuliah Lapangan zaman mahasiswa, ke Masjid Menara Kudus lihat arsitekturnya...
Wahh, asli baru tahu soal akulturasi Hindu itu, soalnya kayak random bgt malah Kerbau yang jadi makanan khas
HapusSungguh aku baru tahu dengan kuliner yang mb ulas. Bikin penasaran! Besok kalo ada rejeki ke Kudus bisa nih nyobain kulinerannya. Btw, semoga anak mb sudah sehat ya.
BalasHapusTerima kasih mba!
HapusKalau plesiran gini tujuan utamanya hanya 3 ya Mba: kuliner (ngopi jangan sampai skip hihihi), kunjungi tempat bersejarah ttg kota tsb, dan oleh2 makanan khas hihihi.
BalasHapusSemoga Mba sekeluarga selalu sehat yaa.
Haha betul, sebagai city traveller, kerjaanku begitu wkwk
HapusAku belum pernah kepikiran sebelumnya untuk berkunjung ke Kudus, tapi ternyata Kudus menarik juga untuk dikunjungi ya. Apalagi bisa ke kedai kopi, langsung menarik perhatianku banget. Sehat selalu mbak..
BalasHapuspengen banget Mengunjungi Museum Kretek untuk mempelajari sejarah industri rokok di Kudus. Apalagi bisa melihat berbagai macam koleksi peralatan dan dokumentasi tentang proses pembuatan rokok kretek. Pasti seru yah
BalasHapusWah ingat soto Kudus..jadi salah satu planning kalau ke Kudus nantinya makan soto Kudus..makasih rekomendasi nya
BalasHapusSaya baru tahu Mba kuliner khas Kudus yang namanya Lentog jadi kabita pengen nyobain. Terus penasaran ingin ke museum kretek gara-gara nonton Gadis Kretek
BalasHapuswah aku langsung inget film gdis krete nih liat museumnya. ehm kudus itu masih kental ya aura suasana khasnya . entahlah kayak masih terlihat suasana kala dulunya. itu kulinernya gak ada selain di kudus ya
BalasHapusSudah lama nga ke kudus, kalo dulu sering kesana karena pekerjaan, biasanya suka mampir diwarung soto kerbau, rasanya enak banget. Jadi kangen pengen bisa jalan-jalan lagi kesana
BalasHapusCepet sembuh ya mbak untuk anaknya
BalasHapusInget kudus tuh inget kota santri dan ada salah satu wali Songo dengan nama sunan kudus.
Baru denger kuliner lentog ini, ga ada juga cabangnya lagi di daerahku jd ga bisa nyobain, apa harus ke sana gitu ya 🤣
Iya makanya, both pindang kerbau sama lentog ga muncul di gofood sekitaranku haha
HapusSeru banget jalan-jalannya, Mbak. Yabg paling membuat saya tertarik adalah mengunjungi Museum Kretek. Ternyata sejarahnya unik, ya. Awalnya racikan cengkeh dan rempah lainnya dimaksudkan untuk obat.
BalasHapusWah asyik nih, meskipun setengah hari tapi cukup banyak destinasi wisata yang dikunjungi. Tidak hanya sekedar menikmati keindahan kota kudus tapi juga bisa menikmati kulinernya. Kalau punya kesempatan, saya ingin juga ke Kudus. Saya cukup penasaran dengan Masjid Menara Kudus
BalasHapusJujurly penasaran dengan kota Kudus, dari dulu ingin kesana tapi belum kesampaian
BalasHapusterima kasih referensinya jadi ada gambaran saat ke sana
Keren sih ini, Kak. Dalam tempo sesingkat-singkatnya bisa jalan-jalan di Kudus. Sebagai warga luar Jawa, bila disebut Kudus, saya langsung ingat Sunan Kudus, Kak. Ternyata memang Kudus terkenal dengan Kota Santri.
BalasHapusDua tahun lalu pernah liputan ke KUDUS under Kompasiana dan Dinas Pariwisata Kudus, ku takjub kotanya bersih dan tertata rapi banyak juga kafe modrn layaknya di kota besar, musem kreteknya juga apk dan bagus , jadi pengen balik main ke KUDUS lagi
BalasHapusWah asik bisa jadi rekomendasi kalau nanti mau ke kudus tapi ga punya banyak waktu jadi bisa ikutin itenerary kakak deh dan kunjungin tempat-tempat di atas
BalasHapusPas momen makan siangnya jadi ikut laper juga, karena pas lagi berkunjung ke artikel ini pas lagi jam makan siang hehe. Apalagi lanjut pula nyari oleh²
BalasHapussetengah hari pun udah cukup ya jajal tempat-tempat asik di Kudus, kalau nambah sedikit waktu lagi pasti jadi lebih seru lagi dong ini.
BalasHapusJadi kepengen ke Kudus kak semoga suatu hari nanti bisa kesana amin
BalasHapusPindang kerbau??? Aku sampai baca berulang tentang kuliner ini. Ada yah di Kudus. Aku belum pernah makan daging kerbau walau di toko daging sini ada. khusus pakai kecap tetangga yaa, wih..the one and only dong!
BalasHapusKudus banyak menyimpan hal-hal unik seperti pindang kerbau yang baru saya denger, ternyata sejarahnya ada akulturasi dengan Hindu ya. Trus ada museum kretek yang ceritanya mirip novel gadis kretek pula, ah menarik sangat Kudus ini
BalasHapusSelalu menarik ya Mbak, datang ke tempat baru. Dari kulinernya saja kita jadi tahu berbagai hal. Penasaran banget aku dengan lentog ini. Berhubung belum ada rencana ke Kudus, sepertinya perlu cari resep untuk bikin sendiri dulu di rumah :).
BalasHapusJadi inget beberapa tahun lalu, saya sekeluarga melakukan perjalanan ke Bromo dengan kendaraan pribadi. Rencana mau ke Kudus sejenak tanpa menginap. Jalan-jalan keliling kotanya. Tapi, karena sempat kena macet parah di tol Cikampek, batal deh mampir ke Kudus. Sampai sekarang belum kesampaian lagi. Bikin lagi deh jalan-jalan ke Kudus. Karena kota ini terlihat menarik
BalasHapusUnik banget baca pengalaman jalan-jalannya kak. Lentog dan pindang kerbau baru denger hehe kulinernya patut dicoba kalo berkunjung ke Kudus. Salfok dengan museum kretek, jadi inget film gadis kretek
BalasHapusBaru tau kalo Kudus dikenal sebagai kota industri rokok, taunya Kudus sebagai kota santri. Terlepas dari itu kuliner di Kudus enak-enak dan murah meriah.
BalasHapusEnak banget sarapan sama yang berkuah, seperti lontong sayur kudus atau lentong. Btw, aku salfok sama pindang kerbau. Itu dari daging kerbau, kah?
BalasHapusPunya saudara di Kudus..tapi blm pernah ke sana sih. Siapa tau nanti ada waktu. Hehe..
BalasHapusKeren nih No. 8 Coffee. Mana baristanya punya banyak penghargaan pula. Jadi dipastikan kualitasnya. Supadilah/padil
Jadi pengen ke Kudus, katanya museum kreteknya seru, terus makan pindang kerbau ama lentog, wah wah ini sih kudu jadi list untuk bisa ke Kudus, sip lah Kakak
BalasHapusPindang kerbau tuh pakai daging jerbau mba? Kepo saya, seperti apa bentuknya
BalasHapusWaw aku baru tahu wisata Kudus sekomplit ini. Selintas hanya pabrik rokok saja yang terkenal dan artis lawas, Ari Kusmiran ya kalau gak salah. Hmmm, penasaran sama pindang kerbau, sama kayak pindang ikan mas? Seru juga kulineran di Kudus. Moga ada kesempatan dan rezeki ke sana. Aamiin
BalasHapusWelcome to palembang mbak zeneth. Penasaran gimana rasa kopi kudus? Enakan mana sama kopi palembang? Klo ke kudus, molly mau mampir kafenya juga.
BalasHapusMenarik cerita tentang rokok kreteknya. Baru tau klo di kudus, ada museum kretek yang latar belakang sejarahnya unik. Rokok bisa jadi obat juga. Padahal selama ini terkenal merugikan.
BalasHapus