Sebagai seorang dokter bedah, jadwal suami tergolong padat. Kalau orang-orang kantoran normalnya bisa pulang saat jam kantor usai, standar suami pulang kantor adalah jam setengah 9 malam. Itu normal ya, karena sering juga pulang diatas jam 10 malam karena jadwal operasi. Terkadang malah tidak pulang sama sekali karena operasi baru selesai jam 1 dini hari dan ia memlih tidur di rumah sakit saja. Kalau sore hari suami sudah menampakkan batang hidung di rumah, we call it bonus! Ya, karena memang sejarang itu dan kita serumah bakal bahagia banget karena bisa menghabiskan waktu bareng-bareng lebih lama.
Rutinitas sibuk bekerja di luar rumah tidak hanya di hari kerja saja, tapi (sangat) sering ada di akhir pekan. Selain suami memang memiliki jadwal praktik hari sabtu pagi, sering juga ia tiba-tiba memiliki jadwal rapat, seminar, hingga operasi (lagi!).
Banyak ya, hehe. Padahal suami bukan tipe yang ambis. Tidak ambis aja jadwalnya seperti itu.
Pasalnya, di waktu luangnya yang sangat sedikit itu, ia harus membaginya untuk diri sendiri dan keluarga. Waktu untuk diri sendiri juga termasuk istirahat karena bisa dinilai sendiri, waktu istirahat suami di hari kerja sangat sedikit. Waktu pribadinya yang lain adalah “me-time”.
Meski suami ingin me-time, tapi juga dia harus membagi potongan lain waktu luangnya buat keluarga, termasuk bersama anak. Bonding dengan anak itu sangat penting, begitu pengasuhan anak oleh sosok bapak.
Pentingnya bonding dengan anak
Bonding time atau bonding dengan anakadalah interaksi antara orangtua dan anak untuk menciptakan keterikatan baik secara fisik dan emosional. Ikatan yang kuat antara orangtua dan anak dapat menumbuhkan ikatan batin dan rasa aman yang membuat anak memiliki harga diri yang positif.
Orangtua yang hadir menemani anak dalam beraktivitas dapat membuat anak merasa dicintai, dihargai, dan diperhatikan menurut Rosalina Verauli, M.Psi yang merupakan psikologi anak. Bonding dengan anak tidak bisa dianggap remeh karena berpartisipasi dalam tumbuh kembang anak. Beberapa manfaat dari bonding dengan anak berupa meningkatkan keterampilan, kemampuan komunikasi, hingga kemampuan emosi anak.
Saat me-time, suami hobinya main game konsol atau komputer. Bermain bersama anak adalah salah satu cara bonding dengan anak. Kenapa tidak sekaligus saja me-time dan bonding dengan anak? Jenis permainan apa saja yang bisa dijadikan bonding dengan anak?
Jenis permainan sebagai bonding dengan anak
Bermain sering dianggap sepele, bahkan sering dianggap bukan belajar dan hanya dinilai sekadar refreshing belaka. Padahal, banyak sekali perkembangan anak yang terjadi hanya dengan bermain. Apalagi jika bermain dengan orangtuanya, maka selain belajar dan refreshing, sang anak juga merasa lebih dekat dengan orangtuanya.
Bermain bersama anak juga merupakan bagian dari parenting. Banyak jenis permainan yang bisa para orangtua mainkan bersama sesuai dengan kebiasaan dan kesenangan keluarga masing-masing.
1. Bermain game fisik
Main game fisik rasa-rasanya paling praktis dan tidak butuh persiapan banyak. Eits, jangan salah sangka dulu. Bermain game fisik bersama anak tidak melulu berolahraga bersama anak. Main gendong-gendongan, main gobak sodor, dan segala kontak fisik lainnya antara orangtua dan anak merupakan salah satu main game sebagai bonding dengan anak.
Biasanya kalau suami pulang kerja, anak-anak langsung berhamburan minta digendong. Yang gadis-gadis ini juga pada hobi minta duduk di pundak babehnya atau minta digendong lempar-tangkap. Bisa juga main gelantungan dan gobak sodor. Kalau bermain game fisik seperti ini sih saya tidak sanggup, hehe.
Kalau suami sedang ada waktu senggang, baru deh ia berolahraga bersama anak. Biasanya sepedaan bersama si sulung. Pernah suatu waktu si sulung merengek ke saya menanyakan kapan babehnya kapan pulang karena ingin sepedaan bersama.
“Babeh lagi kerja, nanti ya pas sabtu-minggu sepedaan sama babeh. Kan biasanya juga hari sekolah gini Hasan sepedaan sama mama.” Terang saya
“Ga mau, sepedaan sama mama ga seru, ga bisa jauh-jauh dan kencang-kencang.” Tandas Hasan
2. Berman board game
Berbeda dengan saya, suami malah tidak hobi bermain board game. Jadi, aktivitas bonding bersama anak dengan cara bermain board game biasanya dilakukan bersama saya. Board game yang biasa kami mainkan cukup standar, UNO kartu dan UNO stack. Hmm, sebenarnya saya ingin bermain board game yang lebih variatif bersama si sulung. Namun apa daya, adik-adik gadisnya yang berusia 3.5 tahun dan 2 tahun sudah barang pasti tidak sabar buat mengacak-acak. Saat saya bermain game memori tutup botol bersama si tengah saja, si bungsu langsung tidak sabar buat mengacak-acak urutan tutup botolnya.
Hasan juga senang bermain puzzle. Biasanya sih dia main sendiri, namun ia kerap mengajak saya menyusun puzzle bersama untuk puzzle baru yang baru dibeli dan ia belum familiar. Sejujurnya sih saya ingin banget konsen main puzzle barang si sulung. Apa daya, adik-adik gadisnya kerap meneror saya. Alhasil saya benar-benar main kucing-kucingan, curi-curi waktu dan posisi agar bisa main puzzle barang si sulung.
Sudahlah, untuk saat ini bermain aneka board game yang lain saya percayakan si sulung bermain dengan paman-pamannya saja.
3. Bermain pretend play
Imajinasi anak-anak melebihi orang dewasa. Dengan ikut terjun ke dunia imajinasi anak melalui pretend play, orangtua bisa membangun bonding dengan anak sekaligus meningkatkan kemampuan komunikasi, imajinasi, dan tingkat kreativitas anak.
Si sulung dan si tengah sedang dalam fase senang bermain pretend play. Biasanya mereka main berdua. Namun, tidak jarang baik si sulung atau si tengah mengajak saya bermain pura-pura. Entah bermain jual-jualan atau masak-masakan.
4. Bermain game konsol dan PC
Nah, ini adalah jenis main game yang paling suami saya gemari. Mau bukti? Lihat saja 3 laptop kami di rumah ini semuanya adalah gaming laptop! Saya sih tidak masalah, soalnya saya pribadi sebenarnya hobi ngegame juga, hehe. Sebenarnya sih saya menginginkan laptop ukuran 13” dengan bobot sangat ringan agar enak dibawa tiap saya mobile. Tapi sudahlah, saya masih bercita-cita melakukan hal “powerful” dengan laptop seperti coding atau menjalankan aplikasi berat lainnya. Barang pasti kegiatan ini akan lebih nyaman menggunakan laptop gamiing karena speknya saja tinggi.
Baik suami dan saya hobi bermian game konsol dan PC bersama si sulung. Si sulung juga jadi menagih jatah main game tiap libur tiba. Saya dan Hasan hobi kompetisi Mario Kart di Nintendo Switch. Asli, seru banget. Suami dan Hasan main Mario lawan-lawanan (entah apa nama asli game ini). Tidak selalu main game bersama, “mengomentari” Hasan yang main game juga sering dilakukan. Misalnya mengobrol karakter-karakter Pokemon.
Tentunya pilihan bermain game konsol dan PC bukan piilihan semua orangtua. Pun, jika para orangtua termasuk pihak yang memperbolehkan anak bermain game konsol dan PC, pastikan anak bermain game secukupnya saja. Disiplinkan anak dengan cara memberikan jadwal kapan saja ia boleh bermain game konsol dan PC.
Bermain game konsol dan PC bersama anak merupakan pilihan paling mahal dan menyiapkan persiapan yang lebih panjang ketimbang 2 jenis bermain bersama sebelumnya.
Pasalnya, harga konsol atau PC saja sudah berapa, hehe. Tidak hanya konsolnya, pastikan juga kita menggunakan konektor andal yang menghubungkan konsol ke TV. Asli ya, kalau konektor rusak rasanya tidak enak. Entah gambarnya jadi rusak warna atau bahkan tidak muncul sama sekali di layar kaca. Kayaknya suami sudah beberapa kali ganti kabel konektor deh.
Samai akhirnya kami mencoba sebuah kabel konektor dan puas banget sama performanya.
Kabel Lindy sebagai pilihan kabel HDMI
“Aku baru mindahin Switch ke TV atas nih, harus cari kabel konektor baru deh, soalnya yang kegantung disini ga berfungsi.” Ujar suami suatu ketika.
Untungnya, di saat suami bertanya, saya baru ingat bahwa saya punya kabel konektor HDMI dari Lindy yang bisa didapatkan di
Official Store Lindy di Tokopedia sekali pun.
Lindy sebagai brand konektor kabel terdepan tidak main-main dalam mendesain produk sesuai dengan kebutuhan. ada 4 kabel High Speed HDMI milik Lindy:
- Gold Line
- Chromo Line
- Anthra Line
- Black Line
Nah, kabel konektor Lindy yang kami miliki merupakan tipe Chrono Line. Kabel konektor Chromo Line ini memuaskan sekali baik secara desain dan performa. Bentuk konektornya terasa mewah dengan sentuhan warna emas. Secara kegunaan juga memang ditujukan untuk penggunaan prosumer dan kebutuhan komersial dimana harus dipastikan baik desain dan performa sama-sama estetik dan berteknologi tinggi.
Penggunaan High Speed HDMI Lindy ini benar-benar mulus tanpa halangan. Mudah dicolokkan baik di konsol Nintendo Switch dan Televisi. Panjang kabel yang 2M juga ideal untuk penggunaan rumah tangga. Sejauh ini kami puas dan tidak ada keluhan.
Main game bersama = bonding dengan anak
Jadwal suami yang padat bukanlah penghalang untuk membangun kedekatan dengan anak-anak dengan cara bonding time. Main game bersama adalah salah satu ikhtiar kami agar anak-anak lebih terkoneksi dengan kami sekaligus refreshing mereka (dan orangtuanya).
Karena sekarang sudah ada High Speed HDMI mumpuni, kini kami bisa leyeh-leyeh di kamar sambil lomba di Mario Kart.